MA sendiri merupakan indikator berjenis trend, yaitu indikator yang digunakan untuk menentukan trend yang sedang terjadi di market. Penggunaannya sangat luas bukan saja dalam dunia forex, jika Anda pernah bermain saham dan menggunakan analisa teknikal, maka pasti MA juga digunakan disana. Toh memang analisa teknikal bersifat universal dan dapat digunakan dalam sfemua market yang menggunakan data kolektif.
MA juga dapat diturunkan lagi menjadi indikator baru dan benar-benar berbeda dengan indikator aslinya. Jika nanti Anda mulai mempelajari MACD (Moving Average Convergence Divergence) maka Anda akan mengetahui bahwa indikator satu ini pun asalnya juga dari MA (lihat saja namanya).
Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu
Simple Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Moving
Average. Masing-masing merupakan metode rata-rata bergerak, hanya saja
cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama lain. Namun dalam
pembacaannya tetaplah sama dan semuanya mengiktui aturan yang berlaku
pada Moving Average. Kenyataannya sejak awal tahun 2000 an, Moving
Average bukan saja berkembang dalam 3 varian saja tetapi menjadi lebih
dari 5 varian yang disesuaikan dengan kegunaannya saja. Namun untuk
mempersempit ruang pembahasan sekaligus memudahkan Anda dalam
menginterprestasikan MA, pembahasan hanya difokuskan pada ketiga jenis
MA.
Simple Moving Average (SMA)
Simple Moving Average (atau biasa disebut Moving Average saja
atau juga disingkat SMA) adalah Moving Average paling sederhana dan
tidak menggunakan pembobotannya dalam perhitungan terhadap pergerakan
closing price.
Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:
Meskipun sederhana, SMA cukup efektif dalam menentukan trend yang sedang terjadi di market. Cara pembacaannya pun sederhana.
Secara garis besar MA dapat digunakan untuk hal-hal berikut:
- Menentukan trend yang akan terjadi.
- Menentukan titik support dan resistance.
- Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi.
Aplikasi MA paling banyak digunakan untuk memprediksi arah
trend sedangkan kegunaan no 2 dan 3 tidak terlalu banyak digunakan. Kali
ini kegunaan MA akan dititik beratkan pada kegunaan utamanya yaitu
untuk memprediksi trend. Sedangkan kegunaan no 2 akan dibahas pada
artikel tersendiri yang akan disisipkan kemudian.
Sekarang mari kita perhatikan MA dengan periode 10 yang diterapkan pada GBP/USD periode 1 hari berikut ini:
Perhatikan bagian yang telah diraster dengan warna biru.
Ketika harga bergerak naik, MA berada dibawah dari pergerakan mata uang.
Sebaliknya bila MA berpotongan dengan candlestick, trend naik berhenti
dan dilanjutkan dengan situasi sideways. Atau ketika trend naik terjadi
lalu kemudian MA menembus harga dan berpindah dari bawah menuju keatas,
itu merupakan pertanda bahwa trend naik telah berakhir untuk kemudian
dilanjutkan dengan trend turun.
Nah, bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua
periode yang berbeda? Hasilnya akan sangat menarik. Kita akan segera
tahu bagaimana hasilnya:
Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua
periode yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana
harga akan bergerak. Apabila telah terjadi perpotongan antara harga
dengan kedua SMA maka akan dipastikan harga kan berubah arahnya. Pada
gambar diatas, apabila MA dengan periode yang lebih kecil-yaitu periode
10 jika di gambar-berada dibawah dari MA yang periodenya lebih
besar-pada gambar diwakili dengan periode 15-maka itu merupakan indikasi
harga sedang dalam trend turun dan sebaliknya apabila periode lebih
kecil di atas dari periode yang lebih besar maka trend mata uang sedang dalam tren naik.
Dapat kita catat juga bahwa apabila rentang antara kedua SMA
semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila
mulai terjadi penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi
perpotongan kembali, bisa disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah
bukan?
Mengenai periode MA yang digunakan, sayangnya sampai saat ini
belum ada aturan pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang
perlu banyak-banyak berlatih dan mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah menurut kebutuhan meskipun pada pair
yang sama karena memang kondisi sebuah mata uang adalah dinamis dari
waktu kewaktu. Namun berdasarkan pengalaman, disarankan periode yang
digunakan tidak lebih besar dari 40. Ini dimaksudkan agar MA tidak
kehilangan sensitivitasnya sebagai indikator penentu trend.
Semakin besar periode dari MA maka kurva MA yang dihasilkan
akan semakin lebar dan tidak sensitif dalam mengakomodasi perubahan
harga. Sebaliknya, semakin kecil periode MA maka kurva MA yang
dihasilkan menjadi semakin semakin sensitif. Dalam hal ini terlalu
sensitif atau tidak sensitif sama sekali bukanlah hal yang baik. Semakin
sensitif sebuah kurva MA maka semakin sering sinyal palsu dihasilkan
dan membuat trading kita loss. Sebaliknya, semakin tidak sensitif maka
sinyal beli atau jual menjadi semakin sedikit yang mengakibatkan kita
tidak dapat bertrading.
Nah, lebih lengkapnya telah disarikan oleh BelajarForex mengenai penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb:
No
|
Posisi SMA
|
Arti
|
1
|
SMA berada dibawah harga. | Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
SMA berada diatas harga. | Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
SMA memotong harga dari atas. | Perubahan trend menuu bullish. |
4.
|
SMA memotong harga dari bawah. | Perubahan trend menuju bearish. |
5.
|
SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bullish. |
6.
|
SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
SMA dengan periode lebih panjang berada diatas SMA berperiode lebih pendek. | Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah SMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Nah itu penjelasan ringkas mengenai Moving Average. Jangan
lupa untuk membaca artikel lain dari website ini untuk memperluas
pengetahuan analisa Anda.
Weighted Moving Average (WMA)
Pertanyaan pertama yang timbul di benak kita adalah apakah
perbedaan SMA dengan WMA? Tentu saja ada perbedaannya. Cukup berbeda
sehingga diklasifikasikan menjadi dua bagian. Tidak cukup banyak berbeda
sehingga nama mereka mirip karena menggunakan metodologi yang sama,
hanya caranya yang berbeda.
Bayangkan begini: Manakah harga yang memiliki bobot penekanan
yang lebih besar dalam memprediksi harga didepan, harga satu jam
terakhir yang kita miliki atau harga dua bulan lalu yang kita miliki?
Tentu saja yang satu jam terakhir. Paling tidak pergerakan harga tidak
satu jam terakhir akan lebih representatif dalam memprediksi harga
didepan apabila dibandingkan dengan harga dua bulan yang lalu.
Atau jika kita aplikasikan dengan kehidupan sehari-hari,
ambillah kita akan membeli sebuah telepon genggam. Tentu saja kita akan
mencari tahu harga telepon genggam tersebut dalam rentang waktu
terakhir. Nah, mungkin kita akan lebih memperhatikan harga satu hari
yang lalu dibandingkan harga dua minggu yang lalu karena menurut hemat
kita pastilah pergerakan harga tidak akan berbeda jauh dengan harga satu
hari lalu.
Bobot penilaian inilah yang diatur oleh WMA. Pada SMA, bobot
setiap harga baik dua minggu lalu atau pun dua hari yang lalu memiliki
bobot penilaian yang sama. Pada WMA data terakhir memiliki bobot yang
lebih besar nilainya dibandingkan harga-harga sebelumnya.
Pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang
periode yang kita tetapkan. Semakin panjang periode yang ditetapkan,
maka semakin besar pula pembobotan yang diberikan pada data terbaru.
Secara keseluruhan, peraturan pada WMA adalah sama seperti
pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan
pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:
No
|
Posisi WMA
|
Arti
|
1
|
WMA berada dibawah harga. | Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
WMA berada diatas harga. | Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
WMA memotong harga dari bawah. | Perubahan trend menuju bearish. |
4.
|
WMA memotong harga dari atas. | Perubahan trend menuju bullish. |
5.
|
WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bulish. |
6.
|
WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
WMA dengan periode lebih panjang berada diatas WMA berperiode lebih pendek. | Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
WMA dengan periode lebih panjang berada dibawah WMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend
yang akan terjadi dengan menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis
dengan penggunaan pada SMA. Perhatikan perbedaan SMA dengan WMA berikut
ini:
Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada GBP/USD. Setiap
titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang
sedang berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi
kembali perubahan trend dari bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada presisi penentuan trend.
Nah, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan
harga pada tiap-tiap rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda.
Namun, apakah metode pembobotan pada WMA merupakan metode pembobotan
yang paling cepat dalam memberikan perubahan trend? Tidak. Pada WMA
pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA sebelumnya. Pada bagian
setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang melibatkan
fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah
pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini.
Exponential Moving Average (XMA).
XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita
ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan
terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada
XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja
perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan
maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi
sebaliknya yaitu semakin panjang periode yang kita pakai maka semakin
kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai.
Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti
pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan
pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:
No
|
Posisi XMA
|
Arti
|
1
|
XMA berada dibawah harga. | Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
XMA berada diatas harga. | Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
XMA memotong harga dari bawah. | Perubahan trend menuu bearish. |
4.
|
XMA memotong harga dari atas. | Perubahan trend menuju bullish. |
5.
|
XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bullish. |
6.
|
XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
XMA dengan periode lebih panjang berada diatas XMA berperiode lebih pendek. | Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
XMA dengan periode lebih panjang berada dibawah XMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi
trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama
persis dengan penggunaan pada SMA.
Gambar dibawah ini adalah penggunaan XMA periode 10 pada grafik GBPUSD.
SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik?
Nah ini mungkin pertanyaan terakhir yang tersisa dari
pembahasan Moving Average kita. Manakah diantara varian indikator MA ini
yang paling baik?
Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA
merupakan indikator yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini
dibanding keduanya. Tentu saja demikian karena toh XMA memang diciptakan
untuk mengeleminir kekekurangan varian MA pendahulunya. Tapi jika
pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat relatif
bergantung pada si pemakai.
Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang
akan menjadi sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya,
semakin sensitif maka akan semakin banyak juga false signal yang
dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan ternyata salah
atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang
trader.
Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang
lebih “safe”, mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian
lainnya. Dan sebaliknya bila Anda menyukai permainan yang lebih beresiko
(yang juga berari kemungkinan memperoleh keunutungan akan sama besarnya
dengan resiko
yang mungkin terjadi) maka XMA akan lebih baik menurut Anda karena
lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika Anda
seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas
indikator hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan
berdasarkan petunjuk instrumen tersebut.
Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage
Absolute Error (MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil
dibandingkan yang lainnya. Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah
absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak mencantumkan perhitungan dengan
MAPE karena memang sangat relatif.
MOVING AVERAGE CONVERGENCE DIVERGENCE
Versi Metatrader adalah sbb :
Anda akan mengetahui mengapa MACD dikatakan mengambil formulasi yang sama dengan MA. Mari kita lihat asal dari garis-garis diatas (MACD line, triger line, Histogram, dan centerline) :
MACD line. Secara default fromulasi MACD line adalah : XMA12 – XMA26
yaitu selisih dari XMA periode 12 dengan XMA periode 26. Oleh karena
menggunakan XMA, maka sifat-sifat MACD juga akan menyerupai sifat-sifat
XMA yaitu memberikan sinyal yang lebih dini dibanding MA lainnya.
Triger line. Triger line adalah garis pemicu yang sebenarnya secara default adalah XMA9.
Centerline. Garis biasa. Merupakan garis nol yaitu membatasi histogram negatif dengan histogram positif.
Histogram. Formulasi untuk histogram adalah: MACD line – Triger line Digunakan sebagai indikasi overbought/oversold. Akan saya perjelas nanti.
Pertanyaan lainnya adalah bisakah kita menggunakan XMA periode lain untuk MACD line dan triger line? Bisa. Tentu saja bisa. Dan jika Anda sudah cukup mahir Anda dapat bereksplorasi dengan menggunakan periode yang berlainan.
Mungkin terlintas dipikiran kita mengapa kita harus repot-repot menggunakan MACD yang padahal hanya pengurangan dari XMA saja. Tidak demikian kenyataannya. Melalui formulasi sederhana seperti ini ternyata MACD mampu memberikan informasi bukan hanya trend yang akan terjadi tetapi lebih dari itu.
MACD dapat digunakan untuk mengetahui peralihan momentum yang dinilai kuat atau pun lemah, juga dapat dipakai untuk mengetahui kondisi overbought/oversold pada pasar yang dapat memicu peralihan trend.
MACD untuk Perubahan Trend
Ini adalah kegunaan khas dari MA yang digunakan MACD sebagai
MACD line dan triger line. Cara membaca peralihan trend dari Bullish
menuju Bearish
dan sebaliknya sama dengan cara kita membaca peralihan trend pada MA.
Garis digunakan untuk membacanya adalah MACd line dan triger line. Mari
kita perhatikan lagi gambar dibawah ini:
Lalu apa pengaruhnya dengan center line? Adakah pengaruh
perpotongan MACD line dan triger line pada perubahan trend? Ada! MACD
line dan triger line yang memotong centerline juga merupakan indikasi
perubahan trend. Namun dalam hal ini adalah perubahan trend dalam jangka
panjang.
Mungkin kriteria panjang disini sifatnya agak relatif.
Maksudnya bergantung pada jenis mata uang itu sendiri. Boleh jadi arti
‘panjang’ bagi GBP adalah sekitar 3 bulan namun pada EUR dan AUD bisa
jadi 2 bulan misalnya. Jadi bergantung pada mata uang yang kita pilih
dan jangan lupakan juga time scale yang kita pakai.
Overbought dan Oversold pada MACD
Dari formulasi sederhana pada MACD, kita bukan saja dapat
menentukan trend dalam jangka panjang maupun pendek. Ada satu lagi
kegunaan MACD yaitu sebagai indikator overbought dan oversold. Meskipun
jarang digunakan, ada baiknya kita mengetahuinya juga. Mungkin saja Anda
menyukai indikator ini sebagai penentu wilayah overbought dan oversold.
Situasi overbought atau jenuh beli merupakan indikasi bahwa
pasar telah mengalami kejenuhan dalam membeli mata uang yang
bersangkutan. Jika ini terjadi maka diramalkan akan terjadi penurunan
harga dalam beberapa saat kemudian. Begitu juga dengan oversold yang
artinya kira-kira jenuh jual. Jika terjadi oversold maka diramalkan akan
terjadi penguatan harga menuju titik resistance-nya. Perhatikan gambar
dibawah:
Perhatikan ketika histogram beranjak naik keatas dan berada diatas centerline (gari nol) maka harga cenderung bergerak naik dan sebaliknya ketika histogram bergerak turun dan menuju area negatif, harga juga bergerak turun.
Garis dibawah centerline (area minus) merupakan wilayah yang
disebut oversold area dan diatas centerline (area positif) merupakan
wilayah overbought. Penurunan harga sendiri terjadi pada saat histogram
(nah disinilah kegunaan histogram) meninggalkan area yang bersangkutan.
Berikut ini mari kita ringkaskan kaidah-kaidah yang berlaku pada indikator MACD:
No.
|
Kriteria
|
Definisi
|
1.
|
MACD line memotong triger line dari bawah | Peralihan trend menuju Bullish |
2.
|
MACD line memotong triger line dari atas | Peralihan trend menuju Bearish |
3.
|
MACD line dan triger line berada diatas centerline (area positif) |
Long Bullish trend
|
4.
|
MACD line dan triger line berada dibawah centerline (area positif) |
Long Bearish trend
|
5.
|
Histogram positif/negatif | Kondisi overbought / Oversold |
6.
|
Divergence positif
|
Harga akan ikut bergerak naik |
7.
|
Divergence negatif
|
Harga akan ikut bergerak turun |
Yup, sampai disini penjelasan saya mengenai MACD indikator. Kita bertemu kembali dalam indikator berikutnya.
RELATIVE STRENGTH INDEX
Jika diterapkan pada metatrader 4 :
Perihal kegunaannya, RSI dapat kita gunakan untuk mengetahui hal-hal berikut ini:
-
Divergence positif / negatif
- Momentum pergerakan harga
- Kondisi overbought / oversold
Namun diantara ketiga kegunaan diatas, kegunaan pertamalah
yang paling sering dipakai oleh para trader terutama karena sisi
kemudahannya sehingga interpretasi RSI tidak bias antara satu trader
dengan trader lainnya.
Cara pengidentifikasian kondisi overbought / oversold dengan
RSI sangatlah sederhana. Sederhana namun belum tentu mudah. Aturan umum
yang berlaku adalah kondisi overbought diperoleh bila RSI memotong garis
70 dan oversold bila RSI memotong garis 30. Beberapa buku juga
merekomendasikan 20-80 sebagai batasan OB dan OS. Bisa saja untuk mata
uang tertentu dalam kondisi tertentu batasan overbought / oversold
berada pada 40-60, jadi bergantung mana yang sesuai. Lagi-lagi perlu
dilakukan trial and error. Namun demikian sebagai sedikit panduan, RSI
akan semakin akurat digunakan pada kondisi pasar yang efisien dan
stabil. Sampai saat ini, pasar forex merupakan pasar yang paling stabil
dan efisien dalam pergerakannya (harga lebih ditentukan oleh market dan
sangat likuid). Jadi, sedikit banyak batasan 30-70 masih berlaku disini
walaupun tidak mutlak.
Pada gambar, bagian diatas yang diraster dengan warna kuning
adalah daerah OB dan OS pada RSI yaitu diatas 70 dan dibawah 30.
Perhatikan ketika RSI berada pada area-area tersebut maka harga akan
segera berbalik kembali seperti pada bagian yang diberi lingkaran.
Perihal bagaimana harga berlaku ketika situasi OB dan OS terjadi, kita
telah mempelajarinya pada chapter 3 di kelas Walking Lamb ini. Wuah
menarik bukan? Sebuah indikator yang mampu mengetahui kapan harga
berbalik! Berterima kasihlah pada J.W. Wilder untuk hal ini.
The Centerline Crossover
Seperti juga pada MACD yang dapat digunakan untuk mengukur
kekuatan momentum kenaikan/penurunan harga, RSI juga dapat digunakan
untukhal yang sama. Bedanya jika pada MACD crossover terjadi pada garis
nol maka pada RSI pada garis 50.
Cara membaca kekuatan momentum suatu harga sama seperti pada
MACD yakni bila garis RSI menembus centerline (garis 50) dari bawah maka
sedang terjadi trend kenaikan. Besarnya momentum sebanding dengan besar
nilai RSI yang terjadi. Demikian juga berlaku sebaliknya. Mari kita
perjelas dengan satu gambar:
Perhatikan bagian yang diberi tanda lingkaran merah. Nampak
ketika RSI juga menyentuh centerline dari bawah keatas maka harga
bergerak naik dan sebaliknya ketika garis RSI menembus centerline dari
atas kebawah maka harga cenderung mengarah turun. Memang ada
situasi-situasi tertentu dimana sinyal ini tidak berlaku dikarenakan hal
tersebut merupakan false signal pada RSI yang akan kita bahas pada sub
judul setelah ini. Namun dengan centerline crossover ini maka akan
sangat membantu kita dalam menentukan kondisi beli dan jual.
False Signal pada RSI
Jangan menggunakan RSI sebagai indikator Anda tanpa membaca
bagian ini terlebih dahulu!! Mengapa? Jika Anda cukup cermat
memperhatikan gambar-gambar yang disajikan di atas pasti beberapa di
antara Anda bertanya, mengapa ada beberapa keadaan dimana apa yang
dikatakan RSI berbeda dengan keadaan yang sebenarnya?
Inilah yang disebut false signal alias sinyal palsu. Jika
kita telusuri dari rumus RSI mula-mula dapat kita ketahui bawha pada
dasarnya RSI bergerak dengan sangat sensitif. Sebuah indikator yang
sensitif memungkinkan kita memiliki banyak “anjuran” untuk Buy/Sell
menurut indikator yang bersangkutan. Itu keuntungannya. Namun itu pun
menjadi sekaligus bumerang bagi kita karena dengan semakin banyaknya
anjuran yang ada maka akan semakin banyak kesempatan untuk terjadi
anjuran yang menyesatkan yang membawa kerugian besar.
Oleh banyak chartist,
RSI tidak digunakan sendirian sebagai indikator utama karena sifat
sensitifnya itu. RSI lebih sering dipakai sebagai penguat anjuran oleh
indikator lain.
Lalu adakah cara untuk menghilangkan false signal pada RSI
atau setidaknya mengurangi kepalsuan si RSI ini? Ada. Tentu saja ada.
Cara yang paling sederhana adalah mencari periode yang terbaik pada RSI
yang hendak kita gunakan. Seperti kita ketahui bersama bahwa semakin
besar periode sebuah indikator maka sifat sensitifitas akan semakin
bekurang. Hal ini juga berlaku pada RSI dengan demikian kita dapat
menggunakan RSI dengan periode sedikit lebih besar dari biasanya yaitu
14. Atau dapat juga menggunakan periode diatas itu, misalnya periode 18.
Nah, periode mana yang cocok, silakan Anda yang tentukan sesuai selera masing-masing. Belajar Forex sendiri jika hendak menggunakan RSI biasanya menggunakan periode 10 atau 14, namun saya kembalikan lagi pada Anda sebagai pembaca.
Cara lainnya lagi adalah mengurangi sifat sensitifitas RSI
dengan memangkas bagian-bagian RSI yang terlalu keriting. Caranya dengan
memberikan penghalus pada RSI menggunakan SMA.
Penghalusan grafik ini sangat berguna bagi indikator RSI yang
dapat sering kali “hanya mampir” sebentar pada area OB dan OS atau pun
menembus centerline hanya sesaat saja. Dalam keadaan demikian, SMA akan
meredamnya sehingga kurva menjadi lebih halus.
STOCHASTIC OSCILLATOR
Stochastic Oscillator terdiri dari dua garis yang disebut %K
dan %D. Inti dari indikator ini adalah %K itu sendiri sedangkan %D
adalah SMA dari %K. Bisa dikatakan bahwa %D adalah sebagai garis
pengidentifikasian arah %K.
Jika kita lihat dari range Stochastic Oscillator yaitu 0–100, dapat dikatakan bahwa sebenarnya indikator ini tidaklah berbeda dengan RSI. Hanya saja dalam Stochastic perhitungan meliputi harga terendah, tertinggi dan closing price pada waktu yang ditentukan.
Nah, mari lihat gambar dibawah ini.
Overbought / Oversold
%K and %D Crossing
Jika kita lihat dari range Stochastic Oscillator yaitu 0–100, dapat dikatakan bahwa sebenarnya indikator ini tidaklah berbeda dengan RSI. Hanya saja dalam Stochastic perhitungan meliputi harga terendah, tertinggi dan closing price pada waktu yang ditentukan.
Nah, mari lihat gambar dibawah ini.
Gambar dibawah adalah Stochastic Oscillator untuk GBPUSD
dengan periode candle daily. Tampak bahwa %K cenderung lebih “keriting”
dibanding %D yang adalah smoother dari kurva %K. Salah satu ciri khas
dari indikator ini adalah pergerakannya yang memang selalu ada pada
rentang 0-100. O ya, dalam tampilan kali ini, Stochastic yang digunakan
adalah Stochastic Slow pada Netdania. Kedepannya nanti Anda akan
mempelajari bahwa Stochastic Oscillator sendiri memiliki banyak varian
seperti fast dan slow.
Sekarang bagaimana kegunaan indikator ini? Apakah sama dengan
RSI? Kalau sama kenapa tidak pakai RSI saja? Nah pertanyaan ini yang
akan kita jawab dalam kelas kita kali ini.
Dilihat dari jenisnya, Stochastic memang sama dengan RSI
yaitu indikator bertipe Oscillator. Kegunaan indikator model begini
rata-rata memang untuk mengakomodasi pergerakan jenuh beli dan jual dari
pergerakan mata uang. Namun ada beberapa hal yang tidak dimiliki RSI
tetapi dimiliki Stochastic dan demikian juga sebaliknya.
Ditinjau dari sisi sensitivitasnya, RSI masih jauh lebih
sensitif dibanding Stochastic. Begitu juga dari sisi kemudahan
pembacaan. RSI tidak memiliki smoother seperti %D pada Stochastic.
Dengan demikian dapat menghilangkan efek bias pada pembacaan.
Namun demikian kesederhanaan RSI juga dapat menjadi
kekurangannya. RSI kurang pas jika dipakai untuk mengetahui trend yang
sedang berlangsung pada mata uang. Sementara gabungan %K dan %D pada
Stochastic dapat menjadi duet yang cukup ampuh dalam memprediksi trend
yang sedang terjadi.
Hal lainnya adalah dikarenakan Stochastic tidak sesensitif
RSI maka false signal pun tidak sesering pada RSI. Ini sebabnya
kebanyakan trader lebih memilih Stochasic dalam mengetahui keadaan jenuh
beli dan jual dari pasar.
Ada beberapa informasi yang dapat kita peroleh dengan
Stochastic Oscillator. Namun secara umum tidak berbeda dengan informasi
pada RSI dan SMA. Dan memang Stochastic Oscillator sebenarnya adalah
gabungan dari kedua jenis indikator tersebut dengan cara perhitungan
yang berbeda. Secara keseluruhan, indikator ini dapat kita gunakan untuk
menentukan keadaan overbought/ oversold (yang artinya prediksi trend
untuk jangka panjang), perpotongan antara %K dan %D (sebagai short term
trend), dan Bullish/ Bearish centerline.
Overbought / Oversold
Keadaan overbought/ oversold menurut Stochastic diperoleh
bila garis %K telah memasuki batasan 20 dan 80 yakni dibawah 20 untuk
oversold dan diatas 80 untuk overbought. Sama dengan RSI bukan? Harap
diingat juga bahwa batasan 20/80 ini bukanlah batasan mutlak. Bisa saja
30/70 atau yang lain. Jadi jangan heran bila saya juga menggunakan
batasan yang berbeda dalam menentukan kondisi overbought/ oversold dari
situasi ini.
Keadaan overbought/ oversold ini akan memicu naik turunnya
harga dalam jangka panjang. Apabila sedang terjadi kenaikan harga namun
stochastic sudah menuju titik overbought-nyadan mulai meninggalkan area
tersebut, itu berarti akan terjadi tekanan pada laju kenaikan harga yang
pada akhrinya membuat harga kembali turun sampai keseimbangannya yang
baru. Perhatikan gambar berikut. Untuk batasan overbought/ oversold kali
ini kita menggunakan 20/80 ( diarsir dengan warna oranye muda ).
Dari gambar diatas terlihat bahwa ketika harga telah masuk ke
area OB atau OS maka perlahan akan kembali bergerak turun seiring
dengan arah pergerakan Stochastic. Berapa kali Stochastic menunjukkan
ketepatan yang luar biasa dalam mengetahui arah pergerakan selanjutnya (
diberi tanda dengan lingkaran merah ). Dengan mematuhi Stochastic saja
sudah dapat terlihat betapa besar profit yang bisa dihasilkan dalam
beberapa hari pergerakan. Semoga mata Anda terbuka sekarang.
%K and %D Crossing
Selain area 20/80 seperti pada contoh diatas, perpotongan %D
dan %K juga dapat kita gunakan untuk menentukan sebuah posisi Buy/ Sell.
Ada kalanya kita kehabisan kesabaran menunggu Stochastic menyentuh
batasan 20/80 seperti yang telah kita tentukan. Meski seringkali akurat
namun dalam gelombang geraknya belum tentu ketika Stochastic bergerak
turun maka dia sempat memasuki area 20 dan demikian juga ketika dia
naik. Kadang sebelum sempat melewati area tersebut harga telah kembali
bergerak ke arah kebalikannya sehingga kita kehilangan kesempatan. Nah,
crossing ala Sotchastic dapat kita gunakan sebagai penentu Buy/Sell
dalam keadaan begini.
Sama seperti indikator Moving Average
yang digunakan dengan melihat crossing pada dua periode yang berlainan,
hal yang sama juga dapat kita terapkan pada Stochastic. Bedanya disini
adalah crossing yang terjadi adalah antara %K dengan %D yang adalah
smoother dari %K.
Seperti kita ketahui sebelumnya %D merupakan MA dari %K yang
tidak lain pencerminan dari perubahan harga. Jadi, sesuai dengan sifat
MA dalam menentukan perubahan trend, setiap perpotongan antara %D dengan
%K berarti adalah perubahan trend untuk jangka waktu singkat di depan.
Kondisi Bullish terjadi bila garis %K memotong %D dari bawah dan
sebaliknya trend Bearish diperoleh ketika %K memotong dari atas. Keadaan
ini bisa saja berlangsung bahkan ketika kedua garis sedang dalam
wilayah overbought/ oversold. Jika ini terjadi, itu artinya memang
tekanan beli atau jual sedang kuat sekali sehingga akan terjadi
kemungkinan harga menembus batas support dan ressistance-nya. Perhatikan
gambar berikut:
Perhatikan ketika %K dan %D saling berpotongan dan mulai
bergerak ke atas (ditandai dengan warna kuning) harga juga menunjukkan
uptrend dan terus bergerak naik. Sebaliknya ketika harga bergerak turun,
%K dan %D juga saling berpotongan dan menunjukkan arah ke bawah
(ditandai dengan warna hijau). Kedua keadaan ini terus menerus berulang
dan silih berganti. Cara pembacaan sama persis seperti kita
menginterpretasikan indikator Moving Average.
Nah, sampai disini bahasan mengenai Stochastic Oscillator.
Sebelum kita berpindah kepada indikator lainnya, perlu saya ingatkan
kembali mengenai perihal karakter indikator oscillator seperti
Stochastic ini. Hal yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan
indikator yang bergerak dalam kisaran tertentu seperti ini adalah
sensitivitasnya. Begitu juga pada Stochastic yang dapat bersifat sangat
sensitif bila kita menggunakan periode yang tidak tepat.
Penggunaan periode yang tidak tepat dapat membawa kita pada
pengambilan keputusan yang salah yang pada akhirnya membawa kita pada
kerugian besar.Untuk itu sangat disarankan Anda mencari periode yang
terbaik pada indikator ini untuk setiap pairs. Besarnya bisa
berbeda-beda. Semakin panjang periode yang dipakai maka grafik indikator
akan semakin halus yang artinya ke-sensitifitas-annya akan berkurang.
Disarankan juga untuk menggunakan Full Stochastic dalam penggunaan
karena memang lebih halus dan dapat mengurangi grafik indikator yang
terlalu keriting.